Kamis, 29 April 2010

natural disaste

Earthquake
I'm sure we all have perfectly known what the earthquake is. Yes... when we feel the ground shakes that makes us feel swaying hither and thither, that's the time of earthquake.
Recently, our beloved country has suffered many earthquakes, in Aceh, Yogyakarta, Pangandaran, and even Jakarta the capital city wasn't escaped from the earthquake. Some of these earthquake were followed by tsunami, the others were not. Why this could happen?
Earthquake Distribution
Based on its causes, earthquake can be divided into two, tectonic erathquake and volcanic earthquake.
1. Tectonic Earthquake
Gesekan pada permukaan bergerigi dapat menimbulkan friksi.
Tectonic Earthquakes is caused by sudden slip of tectonic plates along geological fault. As explained before, tectonic plates in our earth keep shifting each other. Ones were forcing, another were Gempa tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa lempeng tektonik bumi kita ini terus bergerak. Ada yang saling mendorong, saling menjauh, atau saling menggelangsar. Karena tepian lempeng tektonik ini tidak rata, jika bergesekan maka timbullah friksi. Friksi inilah yang kemudian melepaskan energi goncangan.
2. Gempa Vulkanik
Gempa vulkanik terjadi akibat meningkatnya aktivitas gunung berapi, yang disebabkan oleh naiknya magma dari bawah gunung tersebut ke permukaan. Cairan magma ini mendesak batuan-batuan di atasnya, sehingga menyebabkan goncangan dan apabila tekanannya cukup besar berpotensi menimbulkan letusan.
Sebenarnya mekanisme kedua gempa ini sama. Naiknya magma ke permukaan juga dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar bumi. Biasanya ini terjadi pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya saja pada gempa vulkanik, efek goncangan lebih ditimbulkan karena desakan magma, sedangkan pada gempa tektonik, efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng tektonik. Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua dengan lempeng samudra, sesarnya berada di dasar laut, karena itu biasanya benturan yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami.
Anatomi Gempa (Anatomy of an Earthquake)
Ilmu yang mempelajari tentang gempa disebut dengan seismologi. Ilmu ini mengkaji tentang apa yang terjadi pada permukaan bumi di saat gempa, bagaimana energi goncangan merambat dari dalam perut bumi ke permukaan, dan bagaimana energi ini dapat menimbulkan kerusakan, serta proses penunjaman antar lempeng pada sesar bumi yang menyebabkan terjadinya gempa.
Hiposenter dan Episenter (Focus and Epicenter)
Titik dalam perut bumi yang merupakan sumber gempa dinamakan hiposenter atau fokus. Proyeksi tegak lurus hiposenter ini ke permukaan bumi dinamakan episenter. Gelombang gempa merambat dari hiposenter ke patahan sesar fault rupture. Bila kedalaman fokus dari permukaan adalah 0 - 70 km, terjadilah gempa dangkal (shallow earthquake), sedangkan bila kedalamannya antara 70 - 700 km, terjadilah gempa dalam (deep earthquake). Gempa dangkal menimbulkan efek goncangan yang lebih dahsyat dibanding gempa dalam. Ini karena letak fokus lebih dekat ke permukaan, dimana batu-batuan bersifat lebih keras sehingga melepaskan lebih besar regangan (strain).
Sesar Bumi (Earth Fault)
Sesar (fault) adalah celah pada kerak bumi yang berada di perbatasan antara dua lempeng tektonik. Gempa sangat dipengaruhi oleh pergerakan batuan dan lempeng pada sesar ini. Bila batuan yang menumpu merosot ke bawah akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling menjauh, sesarnya dinamakan sesar normal (normal fault). Bila batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling mendorong, sesarnya dinamakan sesar terbalik (reverse fault). Bila kedua batuan pada sesar bergerak saling menggelangsar, sesarnya dinamakan sesar geseran-jurus (strike-slip fault).
Sesar normal dan sesar terbalik, keduanya menghasilkan perpindahan vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseran-jurus menghasilkan perpindahan horizontal (horizontal displacement).
Gelombang Seismik (Seismic Wave)
Gerakan batuan yang tiba-tiba di sepanjang celah pada sesar bumi menimbulkan getaran (vibration) yang mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang (wave). Gelombang yang merambat di sela-sela bebatuan di bawah permukaan bumi disebut dengan gelombang badan (body wave). Sedangkan gelombang yang merambat dari episenter ke sepanjang permukaan bumi disebut dengan gelombang permukaan (surface wave).
1. Gelombang Badan (Body Wave)
Ada 2 macam gelombang badan, yaitu gelombang primer atau gelombang P (primary wave) dan gelombang sekunder atau gelombang S (secondary wave).
Gelombang P atau gelombang mampatan (compression wave), adalah gelombang longitudinal yang arah gerakannya sejajar dengan arah perambatan gelombang. Ini merupakan gelombang seismik tercepat yang merambat di sela-sela bebatuan dengan kecepatan 6-7 km per/detik.
Gelombang S atau gelombang rincih (shear wave), adalah gelombang transversal yang arah gerakannya tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. Gelombang seismik ini merambat di sela-sela bebatuan dengan kecepatan sekitar 3,5 km/detik.
Baik gelombang P maupun gelombang S dapat membantu ahli seismologi untuk mencari letak hiposenter dan episenter gempa. Saat kedua gelombang ini berjalan di dalam dan permukaan bumi, keduanya mengalami pemantulan (reflection) dan pembiasan (refraction) atau membelok, persis seperti sebuah cahaya yang seolah membelok saat menembus kaca bening. Para ahli seismologi memeriksa pembelokan ini untuk menentukan darimana suatu gempa berasal.
2. Gelombang Permukaan (Surface Wave)
Ada 2 macam gelombang permukaan, yaitu gelombang rayleigh, diambil dari nama fisikawan Inggris Lord Rayleigh; dan gelombang love, diambil dari nama geofisikawan Inggris A.E.H. Love.
Gelombang Rayleigh menimbulkan efek gerakan tanah yang sirkular. Hasilnya tanah bergerak naik turun seperti ombak di laut. Sedangkan gelombang love menimbulkan efek gerakan tanah yang horizontal, dan tidak menghasilkan perpindahan vertikal.
Kecepatan merambat kedua gelombang permukaan ini selalu lebih kecil daripada kecepatan gelombang P, dan umumnya lebih lambat daripada gelombang S.
Mengukur Gempa (Measuring Earthquakes)
Mengukur kekuatan gempa dapat menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Maka berdasarkan pendekatannya, skala pengukuran gempa dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1) magnitudo (magnitude) yang merupakan skala kuantitatif, dan 2) intensitas (intensity) yang merupakan skala kualitatif.
1. Magnitudo
Magnitudo gempa mengukur gempa berdasarkan energi yang dilepaskan dari sumber gempa. Ada bermacam-macam jenis magnitudo gempa, diantaranya adalah:
1. Magnitudo lokal ML (local magnitude)
2. Magnitudo gelombang badan MB (body-wave magnitude)
3. Magnitudo gelombang permukaan MS (surface-wave magnitude)
4. Magnitudo momen MW (moment magnitude)
5. Magnitudo gabungan M (unified magnitude)
Namun yang paling populer adalah magnitudo lokal ML yang tak lain adalah Magnitudo Skala Richter (SR). Magnitudo ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1935 oleh seorang seismologis Amerika, Charles F. Richter, untuk mengukur kekuatan gempa di California. Richter mengukur magnitudo gempa berdasarkan nilai amplitudo maksimum gerakan tanah (gelombang) pada jarak 100 km dari episenter gempa. Besarnya gelombang ini tercatat pada seismograf. Seismograf dapat mendeteksi gerakan tanah mulai dari 0,00001 mm (1x10-5 mm) hingga 1 m. Untuk menyederhanakan rentang angka yang terlalu besar dalam skala ini, Richter menggunakan bilangan logaritma berbasis 10. Ini berarti setiap kenaikan 1 angka pada skala Richter menunjukkan amplitudo 10 kali lebih besar.
Magnitudo 5 SR sudah termasuk besar, magnitudo 6 SR mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Meskipun nilai dalam SR tidak memiliki batas maksimum, para ahli seismologi menyatakan bahwa lempeng bumi ini tidak memiliki cukup simpanan energi untuk menghasilkan magnitudo gempa sebesar 10 SR. Diperkirakan bahwa magnitudo sebesar 12 SR akan melepasakan energi yang cukup untuk membuat bumi kita ini terbelah dua! Wow.... dahsyat ya..!!!
2. Intensitas
Dulu, sebelum manusia mampu mengukur magnitudo gempa, besarnya gempa hanya dinyatakan berdasarkan efek yang diberikan terhadap manusia, alam, struktur bangunan buatan manusia, dan reaksi hewan. Besarnya gempa yang ditentukan melalui observasi semacam ini dinamakan dengan intensitas gempa. Skala intensitas pertama kali diperkenalkan pada tahun 1883 oleh seorang seismologis Italia M.S. Rossi dan ilmuwan Swiss F. A. Forel yang dikenal dengan skala Rossi-Forel. Skala ini kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1902 oleh seorang seismologis Itali Giuseppe Mercalli. Lalu pada tahun 1931, seismologis Amerika, H. O. Wood dan Frank Neuman mengadaptasi standar yang telah ditetapkan Mercalli untuk kondisi di California, dan menghasilan skala Modified Mercalli Intensity (MMI).
Beberapa skala intensitas gempa yang lain adalah:
1. Japan Meteorological Agency (JMA), ditemukan tahun 1951, hingga kini digunakan untuk mengukur kekuatan gempa di Jepang.
2. Medvedev, Sponheuer, Karnik (MSK), ditemukan tahun 1960-an.
3. European Microseismic Scale (EMS), ditemukan tahun 1990-an.
Karena sifatnya yang kualitatif, skala intensitas sangat subjektif dan sangat tergantung pada kondisi lokasi dimana gempa terjadi. Gempa dengan magnitudo yang sama, namun terjadi di dua tempat yang berbeda mungkin akan memberikan nilai intensitas yang berbeda. Namun demikian antara skala magnitudo dan skala intensitas dapat dibuat kesetaraannya, seperti contoh perbandingan skala Richter dan MMI di bawah ini.
Skala MMI

Skala Richter
I.
Tidak terasa.
II.
Sangat sedikit yang merasakan.
III.
Cukup banyak yang merasa, namun tidak menyadari sebagai gempa.
IV.
Di dalam ruang terasa, seperti ada truk yang menabrak gedung.
V.
Terasa oleh hampir setiap orang, yang tidur terjaga, pohon berayun, tiang bergoyang.
VI.
Dirasakan oleh semua, orang² berlarian ke luar, perabotan bergerak, kerusakan ringan terjadi.
VII.
Semua orang lari keluar, bangunan² berstruktur lemah rusak, kerusakan ringan terjadi dimana-mana.
VIII.
Bangunan² berstruktur terencana rusak, sebagian runtuh.
IX.
Seluruh gedung mengalami kerusakan cukup parah, banyak yg bergeser dari pondasinya, tanah mengalami keretakan.
X.
Sebagian besar struktur bangunan rusak parah, tanah mengalami keretakan besar.
XI.
Hampir seluruh struktur bangunan runtuh, jembatan patah, retak pada tanah sangat lebar.
XII.
Kerusakan total. Gelombang terlihat jelas di tanah, objek² berhamburan.

2.5
Secara umum tidak terasa, tapi tercatat pada seismograf.
3.5
Dirasakan oleh banyak orang.
4.5
Kerusakan lokal dapat terjadi.
6.0
Menimbulkan kerusakan hebat.
7.5
Gempa berkekuatan besar.
8.0 ke atas

Gempa yg sangat dahsyat.
Gempa Bersejarah (Historical Earthquakes)
Untuk gempa berkekuatan besar, saat ini para ilmuwan lebih sering menggunakan magnitudo momen Mw sebagai revisi terhadap magnitudo Richter. Magnitudo momen dikembangkan pada tahun 1979 oleh seismologis Amerika, Tom Hanks dan Hiroo Kanamori. Berbeda dengan magnitudo Richter yang hanya memperhitungkan amplitudo lokal, magnitudo momen menghitung kekuatan gempa berdasarkan momen seismik (seismic moment). Momen seismik menghitung jumlah energi yang dilepaskan oleh gempa dengan memperhitungkan perpindahan yang terjadi dalam slip di sepanjang sesar, dan luas permukaan sesar yang mengalami slip. Magnitudo momen tidak cocok digunakan untuk gempa berskala kecil, karena perpindahan dalam slip relatif kecil atau kurang signifikan.
Menurut data dari USGS, magnitudo momen gempa di Aceh (26 Des '04) adalah 9,0; sedang di Jogja (27 Mei '06) 6,3; dan Pangandaran (17 Jul '06) 7,7. Hingga saat ini gempa terbesar yang tercatat sepanjang sejarah dunia adalah 9,5 magnitudo momen, yaitu gempa di Chili yang terjadi pada tanggal 22 Mei 1960. Gempa ini juga menimbulkan tsunami dan aktivitas gunung berapi. Kalau dilihat pada peta bumi, wilayah negeri Chili memang seluruhnya adalah pantai. Dan posisinya tepat berada di perbatasan antara lempeng tektonik Naska dan Amerika Selatan. Kedua lempeng ini pun bersifat konvergen, dimana lempeng samudra Naska adalah yang menunjam ke bawah lempeng benua Amerika Selatan. Sehingga, menjorok sedikit dari pantai, di sepanjang wilayah Chili ini juga terdapat deretan gunung berapi. Nah, bisa dibayangkan kan, bagaimana dahsyatnya efek gempa saat itu? Bahkan tsunaminya mencapai pantai Jepang 22 jam setelah gempa terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar